info@umsb.ac.id 0823 8497 0907
WhatsApp Logo

Bahagia Dunia dan Akhirat

Oleh: Humas UM Sumbar   |   Senin,08 Juli 2024 02:34:00
Dibaca: 598 kali

Manusia ketika wafat berarti mereka meninggalkan dunia dan seisinya untuk masuk ke alam barzah dan berakhir di alam akhirat dengan bekal amalan saja.

Tentu saja berpindah alam pasti berpindah pula segala peraturan dan ketentuan hukum hukum nya, oleh karena itu persiapan amal saleh dan perbekalan taqwa harus dimulai sekarang agar tidak menyesal.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.””

“Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”

(QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 10-11)

Ada kebahagiaan yang terpendam untuk kaum Muslimin yaitu surga. Sungguh, kebaikan dan kebahagiaan surga itu harus dipersiapkan oleh setiap orang yang beriman agar tidak salah langkah, karena tidak ada yang gratis serta tanpa usaha maksimal.

  1. Ketenangan jiwa seorang muslim

 “Sungguh, orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan Surga Firdaus sebagai tempat tinggal,”

“mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana.”

(QS. Al-Kahf 18: Ayat 107- 108)

  1. Kebahagiaan yang abadi

“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.”

“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah Surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah 98: Ayat 7- 8)

  1. Ada kebahagiaan yang terpendam

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 185)

  1. Kajian Tafsir Ibnu Katsir Tentang Kesuksesan yang Abadi

Al-Fajr, ayat 21-30:

 “Jangan berbuat (demikian). Apabila bumi diguncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu; sedangkan malaikat-malaikat berbaris-baris, dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia, tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, “Alangkah baiknya kira-nya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya. Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan peristiwayang terjadi pada hari kiamat, yaitu huru-hara yang amat besar. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Jangan (berbuat demikian).” (Al-Fajr: 21)

Yakni benar.

“Apabila bumi diguncangkan berturut-turut.” (Al-Fajr: 21)

Maksudnya, telah diratakan sehingga menjadi rata tanpa ada gunung-gunung, dan semua makhluk dibangkitkan dari kubur mereka untuk menghadap kepada Tuhannya.

“dan datanglah Tuhanmu.” (Al-Fajr: 22)

Yakni untuk memutuskan peradilan dengan hukum-Nya di antara makhluk-Nya.

Demikian itu terjadi setelah mereka memohon syafaat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui penghulu anak Adam secara mutlak, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebelumnya mereka meminta hal ini kepada para rasul dari kalangan ulul ‘azmi seorang demi seorang, tetapi masing-masing dari mereka hanya menjawab, “Aku bukanlah orang yang berhak untuk mendapatkannya.” Hingga sampailah giliran mereka untuk meminta kepada Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wasallam) Maka beliau bersabda:

“Akulah yang akan memintakannya, akulah yang akan memintakannya.”

Maka pergilah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan meminta syafaat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk segera datang guna memutuskan peradilan. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya syafaat dengan meluluskan permintaannya; peristiwa ini merupakan permulaan dari berbagai syafaat berikutnya. Inilah yang disebutkan dengan maqamul mahmud (kedudukan yang terpuji). sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir surat Al-lsra.

Lalu datanglah Allah (Subhanahu wa Ta’ala) untuk memutuskan peradilan sebagaimana yang dikehendaki-Nya, sedangkan para malaikat datang di hadapan-Nya bersaf-saf

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“dan pada hari itu diperlihatkan neraka jahanam.” (Al-Fajr: 23)

Imam Muslim ibnul Hajjaj telah mengatakan di dalam kitab sahihnya, bahwa:

“Telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hafs ibnu Gayyas., telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abul Ala ibnu Khalid Al-Kahili, dari Syaqiq, dari Abdullah Ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Neraka Jahanam pada hari itu di datangkan dengan tujuh puluh ribu kendali yang masing-masing kendali dipegang oleh tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya.”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Ad-Darimi, dari Umar ibnu hafs dengan sanad yang sama. Imam Tirmidzi telah meriwayatkannya pula dari Abdu ibnu Humaid, dari Abu Amir, dari Sufyan As-Sauri, dari Al-Aia ibnu Khalid, dari Syaqiq ibnu Salamah alias Abu Wa-il, dari Abdullah ibnu Mas’ud dan disebutkan hanya sebagai perkataan Ibnu Mas’ud dan tidak me-rafa’-kannya sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al-Hasan ibnu Arafah, dari Marwan ibnu Mu’awiyah Al-Fazzari, dari Al-Ala ibnu Khalid. dari Syaqiq, dari Abdullah sebagai perkataan Abdullah.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“dan pada hari itu ingatlah manusia.” (Al-Fajr: 23)

Yakni teringat akan semua amal perbuatannya di masa lalu, baik yang telah lama maupun yang baru.

“Akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.” (Al-Fajr: 23)

Maksudnya tiada manfaatnya lagi baginya mengingat itu.

“Dia mengatakan, “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (Al-Fajr: 24)

Yaitu dia menyesali perbuatan-perbuatan durhaka yang telah dikerjakannya di masa lalu jika dia orang yang durhaka, Dan dia berharap seandainya dia dahulu menambah amal ketaatan jika dia adalah orang yang taat di masa lalunya. Imam Ahmad sehubungan dengan hal ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami, Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Khalid ibnu Ma’dan, dari Jubair ibnu Nafir, dari Muhammad ibnu Umrah salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan bahwa seandainya seseorang hamba sejak dilahirkan selalu hidup dalam amal ketaatan kepada Tuhannya sampai dia mati, niscaya di hari kiamat dia menganggap kecil amal perbuatannya, dan niscaya dia menginginkan seandainya dia dikembalikan ke dunia untuk melakukan ketaatan yang sama, agar pahalanya bertambah.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya.” (Al-Fajr: 25)

Yakni tiada seorang pun yang lebih keras siksaannya terhadap orang yang durhaka kepadanya pada hari itu selain Allah (Subhanahu wa Ta’ala) terhadap orang yang durhaka kepada-Nya.

“dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatannya.” (Al-Fajr: 26)

Artinya tiada seorang pun yang lebih keras ikatannya dan pukulannya daripada ikatan dan pukulan Malaikat Zabaniyah (juru siksa) terhadap orang-orang yang kafir kepada Tuhan mereka. Hal ini hanyalah menyangkut orang-orang yang berdosa dan orang-orang yang aniaya. Adapun apa yang dialami oleh jiwa yang suci lagi tenang yang selalu tetap tunduk patuh kepada kebenaran, maka dikatakan kepadanya:

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu.” (Al-Fajr: 27-28)

Yaitu ke sisi-Nya, ke pahala-Nya, dan kepada apa yang telah disediakan oleh-Nya bagi hamba-hamba-Nya di dalam surga-Nya.

“dengan hati yang puas lagi diridai.” (Al-Fajr:28)

Yakni hati yang puas karena mendapat rida dari Allah (Subhanahu wa Ta’ala).

“Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku.” (Al-Fajr: 29)

Maksudnya, ke dalam golongan mereka yang diridai.

“dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al-Fajr: 30)

Hal ini dikatakan kepada yang bersangkutan manakala dia menjelang ajalnya dan juga di saat hari Kiamat. Sebagaimana para malaikat menyampaikan kepadanya berita gembira ini di saat ia menjelang ajalnya dan di saat ia dibangkitkan dari kuburnya.

Kemudian ulama tafsir berbeda pendapat tentang siapa yang melatar belakangi turunnya ayat ini. Maka menurut riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Usman ibnu Affan. Dan menurut riwayat yang bersumberkan dari Buraidah ibnul Hasib, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Hamzah ibnu Abdul Muttalib r.a.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa dikatakan kepada arwah yang tenang di hari kiamat: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. (Al-fajr: 27-28) Maksudnya kepada temanmu masing-masing, yakni badannya masing-masing yang telah dihuninya ketika di dunia. dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. (Al-Fajr: 28)

Diriwayatkan pula darinya bahwa dia membaca ayat ini dengan bacaan berikut: Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr: 29-30)

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Al-Kalbi, dan pendapat ini dipilih oleh ibnu Jarir, tetapi pendapat ini garib. Dan pendapat yang paling jelas (kuat) adalah yang pertama karena ada firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala) yang menyebutkan:

“Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya.” (Al-An’am: 62)

Dan firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).:

“Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah.” (Al-Mu’min: 43)

Yakni kembali kepada hukum-Nya dan berdiri di hadapan-Nya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman ibnu Abdullah Ad-Dusytuki. telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy’as., dari Ja’far, dari Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai -Nya. (Al-Fajr: 27-28)

Bahwa ayat ini diturunkan ketika Abu Bakar ra. sedang duduk dihadapan Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam)., lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah baiknya hal ini.” Maka Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menjawab:

“Ingatlah, sesungguhnya hal itu akan dikatakan kepadamu.”

Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yaman, dari Asy’as., dari Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia membaca firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berikut ini di hadapan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmn dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. (Al-Fajr: 27-28) Maka Abu Bakar r.a. berkata, bahwa sesungguhnya hal itu benar-benar baik. Maka nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda kepadanya:

“Ingatlah sesungguhnya malaikat akan mengatakan hal itu kepadamu di saat (engkau) meninggal.”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh ibnu Jarir dari Abu Kuraib, dari ibnu Yaman dengan sanad yang sama. Dan hadis ini bepredikat mursal lagi hasan.

Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Syuja’ Al-Jazari, dari Salim Al-Aftas, dari Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ketika Ibnu Abbas meninggal dunia di Taif, datanglah suatu makhluk yang terbang yang tidak pernah terlihat sebelumnya berbentuk seperti Ibnu Abbas . Lalu makhluk yang terbang itu masuk ke dalam katilnya dan tidak pernah kelihatan lagi keluar dari padanya. Dan ketika jenazah Ibnu Abbas diletakkan di dalam liang lahatnya, maka terdengarlah ada yang membaca ayat berikut di pinggir kuburnya tanpa ada yang mengetahui siapa yang membacanya, yaitu firman-Nya: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Kii, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr: 27-30)

Imam Tabrani meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Ahmad, dari ayahnya, dari Marwan ibnu Syuja’, dari Salim ibnu Ajlan Al-Aftas dengan sanad yang sama, lalu disebutkan hal yang sama.

Al-Hafiz Muhammad ibnul Munzir Al-Harawi yang dikenal dengan Basyukr telah menyebutkan di dalam Kitabul ‘Aja’ib berikut sanadnya dari Qabbas ibnu Razin alias Abu Hasyim yang mengatakan, bahwa ia ditawan di negeri Romawi, lalu Raja Romawi mengumpulkan semua tawanan, dan ia menawarkan agamanya kepada kami, bahwa barangsiapa yang menolak maka akan dipenggal kepalanya. Maka murtadlah ketiga orang dari kalangan mereka, lalu datanglah orang yang ke empat; setelah ditawarkan kepadanya untuk murtad, ia menolak, maka dipenggallah kepalanya, lalu dijatuhkan (dilemparkan) ke sebuah sungai di sana.

Kemudian kepala orang itu pada mulanya tenggelam ke dalam air, tidak lama kemudian muncul mengambang dan ia memandang kepada ketiga orang temannya yang telah murtad itu dan mengatakan kepada mereka, bahwa hai Fulan, Fulan dan Fulan, dengan menyebutkan nama-nama mereka satu per satu. Lalu ia melanjutkan, bahwa Allah (Subhanahu wa Ta’ala) telah berfirman di dalam kitab-Nya: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr: 27-30) Kemudian kepala orang itu tenggelam kembali ke dalam air.

Abu Hasyim melanjutkan kisahnya, bahwa pada saat itu juga hampir semua orang Nasrani masuk Islam, dan singgasana raja terjatuh; dan ketiga orang yang tadinya murtad bertobat, lalu kembali lagi kepada agama Islam.

Abu Hasyim melanjutkan bahwa tidak lama kemudian datanglah tebusan para tawanan pasukan kaum muslim yang dikirim oleh khalifah Abu Ja’far Al-Mansur, sehingga kami pun bebas.

Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Rawwahah binti Abu Amr Al-Auza’i, telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Habib Al-Muharibi, telah menceritakan kepadaku Abu Umamah, bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda kepada seorang lelaki:

 “Katakanlah, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau jiwa yang hanya tenang kepada Engkau, beriman kepada hari bersua dengan Engkau, dan rida dengan keputusan Engkau dan menerima dengan tulus pemberian Engkau.”

 

Kemudian Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abu Sulaiman ibnu Wabar, bahwa ia telah mengatakan bahwa hadis Rawwahah ini adalah hadis yang tunggal (seorang budak wanita).

Demikian akhir tafsir surat Al-Fajr dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan karunia-Nya.

Artikel ini sudah tayang di majelistabligh

Ditulis oleh: Muhammad Nashihudin, MSi

SHARE :

Informasi

KONTAK

Alamat

Jln. Pasir Kandang No. 4 Koto Tangah, Padang,25172

Email

info@umsb.ac.id

Telp

(0751) 482274