Kajian Jum'at UMSB dengan tema "Argumentasi Tekstual Badal Haji dan Qurban untuk yang sudah Meninggal Dunia"
[HUMAS-UMSB] Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar bekerjasama dengan Lembaga Pengkajian Al Islam Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat menggelar Kajian Islam dengan tema "Argumentasi Tekstual Badal Haji dan Qurban untuk yang sudah Meninggal Dunia". Kegiatan dilaksanakan via aplikasi zoom, Berlangsung pada hari Jumat pagi (24/7/2020).
Hadir dalam kajian virtual tersebut Ketua PWM Sumbar, Dr Shofwan Karim, Ketua PW Aisyiyah Sumbar Dra Hj Meliarni Rusli, Ketum MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar, PDM kab/kota, ortom serta peserta webinar lainnya.
Menghadirkan Narasumber Muhammad Ridho Nur, Lc. M.Ag (Waka MTT PWM Sumbar) yang dibawakan oleh moderator Nasrul A, S.Sos. I.,MM (Sekretaris MPKPWM Sumbar).
Dalam tausiahnya, Muhammad Ridho Nur, Lc. M.Ag mengatakan, bolehkah seseorang melakukan Badal Haji dan berkurban untuk keluarga yang sudah meninggal ?Apakah pahala berkurban tersebut sampai kepada mereka yang sudah meninggal ?
Menurut Muhammad Ridho Nur, Lc. M.Ag, yang dimaksud dengan Badal Haji adalah menghajikan orang lain dan hukumnya boleh dengan ketentuan bahwa orang yang menjadi wakil harus sudah melakukan haji wajib bagi dirinya dan yang diwakili (dihajikan itu) telah mampu untuk pergi haji tetapi dia tidak dapat melaksanakan sendiri karena sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya. (Udzur Syar'i) yang menghilangkan istitha'ahnya (kemampuannya) atau karena meninggal dunia setelah dia berniat haji.
Sedangkan berkurban atas nama orang tua yang sudah meninggal dunia adalah mengirimkan pahala qurban kepada orang tua. Yang melakukan ibadah qurban tetap kita sendiri. Lalu ketika kita dapat pahala, kita mintakan kepada Allah SWT agar dihadiahkan pahalanya kepada orang tua yang sudah wafat.
Para ulama mazhab syafi'i atau syafi'iyah sepakat apabila almarhum sebelum mati berwasiat kepada anaknya untuk qurban atas namanya, maka qurban untuknya diperbolehkan dan qurbannya sah. Namun para ulama syafi'iyah ada yang berbeda pendapat.
"Apabila sama sekali tidak ada wasiat (dari almarhum), artinya qurban ini benar-benar inisiatif dari sang anak untuk berkurban atas nama orang tuanya yang sudah meninggal," kata Ustaz Ajib dalam bukunya.
Ia menjelaskan, qurban atas nama orang yang telah mati tanpa wasiat ini diperbolehkan oleh sebagian ulama syafi'iyah. Namun sebagian ulama syafi'iyah lainnya tidak membolehkan.
Imam An-Nawawi dalam kitab Al Majmu' Syarh al-Muhadzdzab menjelaskan pandangan ulama syafi'iyah tentang qurban untuk orang yang telah mati.
"Adapun qurban atas nama orang yang telah mati diperbolehkan oleh Imam Abu al-Hasan al-Ubbadi karena termasuk bagian dari bab sedekah. Sedekah itu sah untuk orang yang telah mati dan sampai pahalanya kepadanya bersadarkan ijma ulama. Sedangkan pengarang kitab al-Uddah dan Imam al-Baghawi mengatakan qurban atas nama orang yang telah mati itu tidak sah kecuali jika ada wasiat dari almarhum. Ini pendapat Imam Rafi'iy dalam kitab al-Mujarrad." (An-Nawawi, Al Majmu' Syarh al-Muhadzdzab).
Informasi
KONTAK
Alamat
Jln. Pasir Kandang No. 4 Koto Tangah, Padang,25172
info@umsb.ac.id
Telp
(0751) 482274