info@umsb.ac.id 0823 8497 0907

Strategi Khalifah Turki Usmani Dalam Menanggulangi Wabah

Oleh: Humas UM Sumbar   |   Senin,14 Februari 2022 09:48:00
Dibaca: 2787 kali
Foto oleh Engin Akyurt (https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-sudut-rendah-bendera-turki-2202967/)

HUMAS UM SUMBAR - Berbicara mengenai wabah penyakit yang menimpa masyarakat, kebanyakan orang akan langsung teringat dengan Black Death (Maut Hitam), wabah penyakit yang menghancurkan Eropa antara tahun 1347 hingga 1351. Keganasan Black Death menyebabkan kematian sekitar 25 juta orang, jumlah ini kurang lebih setara dengan sepertiga total jumlah penduduk Eropa saat itu, dan dipandang sebagai jumlah kematian tertinggi akibat wabah penyakit yang dialami manusia dikala itu.

Black Death merupakan salah satu wabah terburuk sepanjang sejarah yang banyak menimbulkan korban jiwa, tidak hanya bangsa Eropa dunia Islam dan Arab juga pernah dihantam oleh berbagai wabah penyakit. Menurut Michael Walter Dols dalam The Black Death in the Middle East (1977), para sejarawan Islam menyebut bahwa wabah paling awal dalam sejarah Islam dinamakan dengan Shirawayh, yang terjadi pada tahun 627-628 M di Madain, sebuah kota metropolitan kuno yang berlokasi di Irak. Wabah itu menyebar dari Irak hingga ke sisi barat wilayah kerajaan Sasaniyah yang berada di Iran, akibat serangan wabah tersebut ribuan penduduk Sasaniyah kehilangan nyawanya termasuk raja Siroes yang berkuasa dikala itu.

Beberapa abad setelah wabah Black Death, sejumlah wabah muncul di Turki. Beberapa wabah yang menyerang dimasa Turki Usmani dan tercatat dalam sejarah adalah wabah di Damaskus yang terjadi pada pertengahan abad ke-16, wabah di Erzurum pada tahun 1577, wabah di Aleppo terjadi pada tahun 1718, pandemi di Acre dan sekitarnya yang terjadi dalam rentang tahun 1760 hingga 1762, serta epidemi di Tunis pada tahun 1720an.

Menurut Yaron Ayalon yang ditulis dalam Natural Disasters in the Ottoman Empire: Plague, Famine, and Other Misfortunes, beberapa cara yang dilakukan pemerintah Turki Usmani untuk mengatasai wabah itu antara lain.

Mencegah Penyebaran Wabah Lebih Luas

Belajar dari penyebaran wabah Black Death yang bermula dari Asia Tengah namun pendapat lain mengatakan dari Cina, yang kemudian tersebar hingga ke Turki lalu menyeberang hingga ke Eropa, dari pengalaman tersebut dapat dikatakan bahwa pergerakan manusia menjadi faktor utama dalam percepatan penyebaran wabah tersebut.

Maka pemerintah Turki Usmani mengambil sikap dengan melakukan karantina terhadap penduduk, pendatang, kapal-kapal yang bersandar dipelabuhan, bahkan mengkarantina diri mereka sendiri agar wabah tidak menjangkiti dirinya rakyat dikala itu. Dalam kasus lain, otoritas kota setempat bahkan melacak riwayat perjalanan orang-orang yang dikarantina guna memastikan apakah sebelum sampai di kota itu mereka pernah melalui daerah yang terjangkiti wabah.

Mengurangi Penderitaan Masyarakat

Keganasan wabah menyebabkan penduduk jatuh sakit bahkan meninggal dunia, rumah, pekerjaan dan desa ditinggalkan untuk menghindari hantaman wabah yang mematikan. Hal demikian berdampak pada kehancuran roda perekonomian masyarakat. Tidak ingin melihat rakyatnya sengsara Otoritas Turki Usmani mencari berbagai cara untuk mengatasi permasalahan ini.

Selain akibat jangkitan wabah kematian terbesar juga disebabkan oleh faktor kelaparan akibat kelangkaan sumber makanan. Kelaparan membuat kondisi fisik manusia melemah hingga mudah terserang penyakit. Mengatasi hal tersebut pemerintah mengirimkan gandum dari wilayah yang mempunyai kelebihan pangan ke daerah-daerah yang membutuhkan melalui jalur laut.

Mencegah Dampak Lanjutan Dari Wabah

Serangan wabah bisa membuat tubuh menjadi sakit, dan dalam kasus yang serius dapat menghilangkan nyawa. Tapi itu tidak berarti wabah hanya berkaitan soal penyakit, ada berbagai dampak sosial yang muncul lantaran wabah. Salah satunya adalah desa-desa yang ditinggalkan penghuninya. Penduduk melarikan diri ke tempat lain yang dianggap lebih aman dan meninggalkan kampung halaman mereka. Hal demikian bisa dilihat dari beberapa kasus yang terjadi, seperti saat terjadinya wabah pada tahun 1570-an penduduk sejumlah desa di Istanbul dan di kawasan Erzurum, berbondong-bondong mengungsi ketempat yang dirasa lebih aman.

Desa yang kosong bukan hanya membuat aktivitas sosial dan ekonomi di desa itu lumpuh, tetapi bahkan memancing tindak kriminal. Ada di antara desa-desa yang kosong itu yang didatangi para penjahat. Oleh sebab itu, penguasa Usmani meminta agar warga kembali dan desa bisa dihuni lagi, dan dengan demikian kehidupan bisa berjalan dengan normal.

Memutus Rantai Penyebaran Wabah

Ialah melakukan usaha-usaha lanjutan agar di masa depan kemunculan wabah bisa dicegah atau penyebarannya bisa dihentikan. Yang paling penting disini adalah memastikan kebersihan di tempat publik yang berguna untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat serta mencegah datangnya binatang pembawa virus yang berkembang biak di tempat-tempat kotor. Dua binatang yang dianggap sebagai pembawa virus kala itu adalah kucing dan tikus.

Usaha preventif ini bisa dilihat dari inisiatif yang diambil di Istanbul pada pertengahan abad ke-16. Proyek pekerjaan umum yang dilakukan salah satunya ditujukan guna meningkatkan kesehatan publik, misalnya dengan membersihkan jalan, selokan, dan kanal, serta menyediakan tempat-tempat yang didesain sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah. Bahkan, yang dilawan di Aleppo pada abad ke-18 bukan hanya virus, tetapi juga bau busuk di jalan. Jalan-jalan dibersihkan agar wangi karena diyakini bahwa bau busuk sampah maupun binatang akan memudahkan kemunculan dan penyebaran penyakit.

Azhar Rasyid

Sumber: Majalah SM Edisi 13 Tahun 2020

SHARE :

Informasi

KONTAK

Alamat

Jln. Pasir Kandang No. 4 Koto Tangah, Padang,25172

Email

info@umsb.ac.id

Telp

(0751) 482274