Hadits Menjadi Muslim Berkualitas
Muslim adalah sebutan bagi seorang yang menyerahkan dirinya pada jalan keselamatan, yaitu jalan tauhid dan ketundukan pada Allah SWT dan berlepas diri dari perbuatan syirik. Berislam, tentunya tidak hanya sekedar identitas, tapi perlu adanya pembuktian sebagai tolak ukurnya. Ukuran dan kriterianya tidak lain adalah rukun Islam yang sekaligus sebagai pondasi dasar Islam (ushul).
Kelima bangunan ini adalah bukti kongkrit keislaman seseorang, tapi, apakah lantas orang yang sudah melaksanakan seluruhnya dianggap sudah cukup? Tentu jawabannya tidak. Fase pertama dilalui sebagai bukti identitas keislaman seseorang, dimana dapat disebut sebagai fase kuantiti. Berikutnya adalah fase kualiti, artinya, seorang muslim harus benar-benar menjadikan amaliah ini berkelanjutan (istiqamah) dan berbobot (kualitas). Penulis akan membahas empat ciri muslim yang berkualitas sebagaimana banyak disebut dalam Hadits.
Memprioritaskan Kualitas Amal
Adalah muslim yang menempatkan amal dalam skala prioritas sebagai bukti keislamannya. Prioritas dimaksudkan di sini adalah akhir dari pelaksanaan amal di hadapan Allah SWT, diterima (maqbul) ataukah sebaliknya ditolak (mardud)? Agar amalan maksimal dan maqbul, harus dipadukan sifat raja’ (berharap) dan khauf (takut) dengan seimbang.
Tidak boleh terlalu percaya diri bahwa seluruh amalan yang dilakukan akan Allah terima, tapi juga tidak boleh terlalu takut (pesimis) bahwa segala amalan yang dilakukan akan Allah tolak. Tapi menjadi pribadi muslim yang fokus pada kualitas amal seperti sabda Rasul SAW.
Aisyah bertanya kepada rasulullah tentang ayat: ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’ (QS. Al Mu’minun: 60). Apakah mereka ini orang-orang yang minum khamr dan mencuri? Rasulullah menjawab ; “Tidak wahai Aisyah, tapi mereka adalah orang yang puasa, shalat, bersedekah, tapi mereka takut amalan-amalan mereka tidak diterima. Merekalah orang-orang yang senantiasa bersegera mengerjakan kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi).
Terkait kata takut (wajilah), Hasan al-Bashri dalam Tafsir Ath-Thabari menjelaskan, bahwa seorang mukmin adalah orang yang terkumpul dua hal dalam dirinya: amal terbaik berkualitas dan di sisi lain khawatir amalnya tidak diterima. Sedangkan orang munafik adalah mereka yang terkumpul dua hal pada dirinya, yaitu: buruk amalannya dan merasa aman dari siksa Allah. Lalu Hasan Al-Bashri membaca ayat, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berhati-hati karena takut akan azab Tuhan mereka (QS. Al-Mu’minuun : 57).
Mengetahui Salah Satu Inti Amal Perbuatan Adalah Pahala Surga
Ciri kedua yang dimiliki oleh Muslim yang berkualitas adalah surga, maksudnya, segala perbuatan yang dilakukan hanya di fokuskan pada pahala surga, bukan yang lain. Pahala surga yang di inginkan dapat tercapai, bila perbuatan yang dilakukan terbebas dari sifat angkuh dan putus asa, sebagaimana sabda rasulullah ; Kebinasaan ada pada dua hal: Putus asa dari rahmat Allah dan membanggakan diri dengan amalannya (HR. Ibnu Hibban).
Berikut do’a yang diajarkan Rasul pada istrinya ; Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga, dan apa-apa yang mendekatkan aku padanya, baik perkataan maupun perbuatan. Dan aku berlindung pada-Mu dari neraka, dan apa yang mendekatkan padanya, baik ucapan atau amal (HR. Ibnu Majah).
Hiasan Hidup Adalah Akhlak Mulia
Muslim berkualitas menyeimbangkan amalan fardi (pribadi) dan ijtima’i (sosial-muamalah) yang hemat penulis, ditekankan pada akhlak mulia, yang di ibaratkan sebagai penyempurna suatu bangunan agar tampak indah dan menarik. Ia adalah hiasan diri muslim seperti Hadits hasan riwayat At-Tirmidzi ; sungguh yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya. Dan dalam hadits lain riwayat Abu Dawud seorang muslim yang akhlaknya mulia, derajatnya disamakan dengan orang yang rajin shalat dan puasa.
Inti Hidup Adalah Kemanfaatan
Ciri terakhir seorang muslim berkualitas adalah memproduksi nilai manfaat baik secara langsung ataupun tidak, artinya, seluruh amalannya tidak menimbulkan kerusakan, bahaya dan kerugian bagi orang lain. Ibarat lebah, yang digambarkan selalu menebar kemanfaatan.
Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah, selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak (HR. Ahmad).
Al-Munawi dalam Faidh al-Qadir, menjelaskan bahwa lebah adalah hewan cerdas, jarang menyakiti, rendah hati, bermanfaat, selalu merasa cukup (qana’ah), bekerja di waktu siang, menjauhi kotoran, makanannya halal nan baik, ia tak mau makan dari hasil kerja keras lebah lain, amat taat pada pemimpinnya, berhenti bekerja bila telah gelap dan muncul mendung, angin, asap, air dan api. Demikian pula seorang mukmin, amalnya akan terkena penyakit bila terkena gelapnya kelalaian, mendungnya keraguan, angin fitnah, asap haram, dan api hawa nafsu. Wallahu a’lam bi–shawab.
Ditulis oleh : Sukahar Ahmad Syafi’i
Artikel ini sudah terbit di Suara Muhammadiyah
Informasi
KONTAK
Alamat
Jln. Pasir Kandang No. 4 Koto Tangah, Padang,25172
info@umsb.ac.id
Telp
(0751) 482274