Review Novel Animal Farm, Sebuah Refleksi atas Realitas Politik
Oleh: Reyhan Respati, S.Psi (Tendik UM Sumatera Barat)
George Orwell, dalam novelnya Animal Farm, menyampaikan kritik tajam terhadap kekuasaan dan dinamika politik melalui alegori sederhana namun mendalam. Dengan menggunakan karakter hewan di sebuah peternakan, Orwell menggambarkan bagaimana idealisme revolusi sering kali berubah menjadi tirani ketika individu atau kelompok tertentu memperoleh kendali absolut.
Novel ini bermula dengan pemberontakan para hewan di Peternakan Manor yang mengusir pemiliknya, Tuan Jones, karena perlakuan yang semena-mena. Mereka kemudian mendirikan sistem pemerintahan sendiri yang berasaskan kesetaraan, dengan harapan menciptakan kehidupan yang lebih adil. Ini mirip ketika Indonesia mengusir penjajah Belanda dan Jepang dahulu. Namun, seiring berjalannya waktu, para pemimpin baru yaitu babi-babi yang dianggap paling cerdas diantara hewan lain, mulai mengambil alih kekuasaan. Napoleon, salah satu babi yang awalnya tampak sebagai pemimpin revolusi, lambat laun menjelma menjadi sosok otoriter yang bahkan lebih represif dibandingkan pemimpin sebelumnya.
Salah satu bagian yang mencerminkan transformasi kekuasaan dalam Animal Farm adalah pembangunan kincir angin. Proyek ini awalnya dijanjikan sebagai inovasi yang akan meningkatkan kesejahteraan seluruh hewan, tetapi pada akhirnya hanya menjadi alat eksploitasi. Hewan-hewan dipaksa bekerja keras dengan jatah makanan yang semakin berkurang, sementara para babi menikmati berbagai kemewahan. Fenomena ini sangat relevan dengan kondisi politik di dunia nyata, di mana kebijakan pembangunan sering kali dijadikan dalih untuk meningkatkan kesejahteraan, namun dalam praktiknya lebih banyak menguntungkan pihak berkuasa dibandingkan rakyat secara keseluruhan.
Selain eksploitasi tenaga kerja, Orwell juga menggambarkan bagaimana pemimpin otoriter sering kali menggunakan propaganda untuk mempertahankan kekuasaan. Dalam novel ini, Napoleon menciptakan musuh bersama yang tidak nyata, yaitu Snowball, babi lain yang sebelumnya juga berperan dalam revolusi. Setelah Snowball diusir, setiap kegagalan atau masalah di peternakan selalu dikaitkan dengannya. Taktik ini mengingatkan pada strategi politik modern di mana pihak berkuasa sering kali mencari kambing hitam untuk mengalihkan perhatian publik dari permasalahan yang sebenarnya. Misalnya, dengan memberi “stempel” suara oposisi sebagai antek asing, anti pancasila, ingin mendirikan khilafah, Taliban, Komunis, dsb.
Selain itu, Napoleon juga memahami bahwa kekuasaan tidak dapat bertahan hanya dengan propaganda, ia membutuhkan alat represif untuk menekan pihak-pihak yang menentang kepemimpinannya. Oleh karena itu, sejak awal ia membesarkan sekelompok anjing yang dididik untuk setia sepenuhnya kepadanya. Anjing-anjing ini kemudian menjadi alat kekuasaan yang berfungsi untuk menakut-nakuti, membungkam, dan bahkan menyingkirkan lawan politiknya. Hal ini mencerminkan bagaimana rezim otoriter di dunia nyata sering kali memanfaatkan institusi atau kelompok tertentu untuk memastikan dominasi mereka tetap terjaga.
Salah satu kutipan paling terkenal dalam novel ini adalah “All animals are equal, but some animals are more equal than others.” Kutipan ini menggambarkan bagaimana prinsip awal kesetaraan dalam revolusi dapat berubah menjadi hierarki baru yang lebih menindas. Secara tidak langsung, Orwell ingin menunjukkan bahwa tanpa pengawasan yang ketat dan sistem checks and balances yang efektif, kekuasaan cenderung korup dan menciptakan ketimpangan sosial yang semakin dalam.
Sebagai sebuah karya sastra politik yang terbit pada tahun 1945, Animal Farm tetap relevan hingga saat ini. Orwell dengan jelas menggambarkan siklus kekuasaan yang terus berulang dalam sejarah, di mana revolusi yang diawali dengan semangat keadilan sering kali berujung pada otoritarianisme baru. Novel ini memberikan peringatan bagi kita semua tentang pentingnya menjaga integritas dalam kepemimpinan, kewaspadaan terhadap propaganda, serta perlunya mekanisme pengawasan yang efektif dalam sistem pemerintahan. Sebagai pembaca, Animal Farm bukan sekadar kisah fiksi, melainkan refleksi terhadap realitas yang terus berulang dalam berbagai konteks politik. Orwell mengingatkan bahwa kekuasaan, tanpa pengawasan dan transparansi, akan cenderung disalahgunakan. Oleh karena itu, memahami novel ini tidak hanya berarti mengenali dinamika kekuasaan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya partisipasi aktif dalam menjaga demokrasi dan keadilan sosial. Terakhir, pesan untuk kita semua, jangan menjadi BABI dan ANJING.
Informasi
KONTAK
Alamat
Jln. Pasir Kandang No. 4 Koto Tangah, Padang,25172
info@umsb.ac.id
Telp
(0751) 482274