info@umsb.ac.id 0823 8497 0907
WhatsApp Logo

Ritual Tolak Hujan dan Krisis Akidah : Menimbang Tradisi dalam Timbangan Tauhid

Oleh: Humas UM Sumbar   |   Kamis,04 Desember 2025 04:01:00
Dibaca: 132 kali

Oleh : Dr. Firdaus, M.H.I.
(Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Prodi Hukum Keluarga Islam)

Di sebuah warung sate, saya pernah mendengar cerita yang cukup mengejutkan. Seorang tamu bercerita bahwa pesta pernikahan di kampungnya berlangsung meriah karena hujan tidak turun. Alasannya? Ada ritual aneh, yakni celana dalam pengantin perempuan dilempar ke atas atap. Dua bulan kemudian, ketika saya menyampaikan ceramah subuh di Masjid Abrar tentang hujan, seorang jemaah pensiunan mendekat dan mengatakan bahwa di kampungnya pun ada tradisi serupa, disebut “sirawa anak Daro diambuang ka atok”.

Sekilas, tradisi ini mungkin dianggap sebagai bagian dari budaya lokal. Namun, jika ditelisik lebih dalam, praktik semacam ini justru menimbulkan masalah serius, yakni bisa rusaknya akidah umat.. Mengapa demikian? Karena keyakinan bahwa hujan bisa dikendalikan dengan ritual tertentu berarti menandingi kekuasaan Allah SWT. Padahal, Allah dengan tegas melarang manusia membuat tandingan bagi-Nya apalagi mendatangkan pawang hujan. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al Baqarah ayat 22 yang berbunyi :

"Dialah yang menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untuk kamu. Oleh karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui".

Ayat ini jelas menegaskan bahwa hujan adalah bagian dari sistem ciptaan Allah. Bumi, langit, matahari, dan bintang-bintang bekerja dalam satu kesatuan yang dalam bahasa ilmu pengetahuan modern disebut ekosistem. Selama belum dirusak oleh tangan-tangan manusia yang memperturutkan hawa nafsunya, semua berjalan dengan tertib dan teratur.

Hujan dalam Perspektif Sains

Ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa hujan terjadi melalui proses alamiah : laut yang luas disinari panas matahari, menghasilkan uap air yang banyak naik ke atmosfer, membentuk awan, lalu didorong angin ke seluruh bagian bumi hingga jatuh sebagai hujan. Hujan yang turun dari langit kemudian membuat bumi menjadi subur hingga tanaman yang tumbuh, serta memberikan banyak manfaat bagi manusia dan semua makhluk di bumi. Proses ini bukan sekadar fenomena fisik, melainkan tanda kebesaran Allah yang menata alam dengan sistem yang sempurna.

Manusia dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengetahui kapan banyak turun hujan dan kapan jarang hujan atau bahkan sama sekali tidak ada hujan, berdasarkan letak bintang di langit maupun peredaran angin. Juga dapat diketahui di mana berkumpulnya ikan-ikan di laut yang banyak sekali jenis dan ragamnya, bahkan dapat diketahui ke mana burung-burung pergi pada musim-musim tertentu.

Atmosfer bumi bahkan berfungsi sebagai "atap" pelindung. Meteorit yang jatuh dari langit hancur sebelum mencapai permukaan bumi karena lapisan atmosfer dan ozon. Tanpa perlindungan ini, bumi akan porak-poranda. Maka, istilah "langit sebagai atap" dalam Al-Qur’an bukan sekadar perumpamaan, melainkan fakta ilmiah yang bisa kita renungkan.

Antara Mitos dan Akidah

Ritual melempar celana pengantin ke atap untuk menolak hujan adalah bentuk mitos yang bertentangan dengan akidah. Keyakinan semacam ini menafikan peran Allah sebagai pengatur alam semesta. Lebih jauh, ia menjerumuskan manusia pada syirik halus: mempercayai kekuatan selain Allah dalam mengendalikan fenomena alam.

Budaya memang bagian dari identitas masyarakat, tetapi tidak semua budaya layak dipertahankan. Tradisi yang merusak akidah harus ditinggalkan. Sebaliknya, kita perlu menguatkan pemahaman bahwa hujan adalah rahmat Allah, bukan sesuatu yang bisa diatur dengan benda atau ritual aneh.

Hujan adalah simbol kehidupan. Ia menyuburkan bumi, menumbuhkan tanaman, mengisi sungai dan danau, serta memberi manfaat bagi seluruh makhluk. Menolak hujan dengan ritual bukan hanya tidak masuk akal, tetapi juga merusak iman. Sudah saatnya kita memandang hujan dengan kacamata tauhid dan ilmu pengetahuan. Hujan adalah tanda kebesaran Allah, bukan sesuatu yang bisa ditawar dengan celana pengantin di atap rumah.

 

SHARE :

Informasi

KONTAK

Alamat

Jln. Pasir Kandang No. 4 Koto Tangah, Padang,25172

Email

info@umsb.ac.id

Telp

(0751) 482274