Bundo Kanduang, Politik, dan Generasi Muda Minang
Humas UM Sumatera Barat - Minangkabau hampir menarik untuk dibicarakan dari segala sisi. Randangnyo nan lamak bana, kebudayaan yang kental, agama yang padat, pemikir-pemikirnya, ulama-ulamanya, harta pusakanya, garis keturunannya, dan juga soal perempuan. Sebagai masyarakat matrilineal perempuan “diistimewakan” sepanjang pengertian adat.
Perempuan Minangkabau bukanlah sembarangan, sebab kedudukannya yang sangat tinggi. Perempuan Minangkabau yang disebut sebagai Bundo Kanduang memiliki peranan yang teramat sentral dalam masyarakat Minang. Dia adalah penjaga Rumah Gadang. Perempuan di Minangkabau bertanggung jawab atas rumah gadang, harta pusako tinggi, dan juga lambang bagi kaumnya.
Bundo Kanduang juga bukan individu yang biasa-biasa saja. Ia banyak memiliki keistimewaan-keistimewaan. Bundo Kanduang dikenal dengan sifatnya yang lemah lembut yang digambarkan dengan samuik tapijak indak mati, berkemauan keras yang digambarkan dengan alu tataruang patah tigo, dalam ilmu agamanya yang digambarkan dengan unduang-unduang ka Madinah, panji ka sarugo, bijaksana, dan juga berpengetahuan luas.
Ini artinya konsep perempuan dalam masyarakat Minang itu sangat-sangat ideal. Itu digambarkan dengan limpapeh rumah gadang. Kedudukan yang terhormat ini menjadi keuntungan tersendiri bagi perempuan Minangkabau, di mana dia sangat dihormati secara keseluruhan. Nasehat-nasehat Bundo Kanduang adalah pelajaran-pelajaran yang berharga. Di samping itu ini juga sesuai dengan hadist Nabi bahwa ibu tiga kali dibanding ayah, sebagai penghargaan bagi perempuan oleh Islam.
Baca Juga : Kupulan Pengabdi
Bundo Kanduang vis a vis Politik
Bundo Kanduang sangat menarik untuk dibicarakan sepanjang berkenaan dengan adat, keluarga, dan pendidikan. Kedudukannya yang dominan dan tidak bisa digoyahkan menempatkannya pada posisi yang supremasif. Namun dalam tataran politik, perempuan nyaris tidak ada apa-apanya di Sumatera Barat. Perempuan yang sangat ideal itu tidak memiliki tempat yang luas dalam pemerintahan. Partisipasi politik mereka masih mendapatkan banyak halangan dan perbenturan dengan pola masyarakat yang sangat konservatif.
Baik dalam legislatif maupun eksekutif partisipasi perempuan sangat minim. Perempuan di Sumatera Barat sejauh ini belum mampu mendobrak dominasi laki-laki. Berdasarkan catatan statistik sejak 2004 hanya ada lima orang atau setara dengan 9,09% anggota perempuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DRPD), yang terpilih. Di eksekutif kondisinya juga relatif sama. Di Sumatera Barat belum pernah ada perempuan yang menjadi gubernur. Akibatnya belum ada perempuan yang dapat memastikan haknya dalam pemerintahan sebagai seorang stake holder dan policy maker. Suara-suara mereka tidak terwakilkan secara sempurna dan memiliki nilai tawaran yang tinggi di pemerintahan.
Tentu saja keadaan ini tidak lahir dengan sendirinya, melainkan dilahirkan. Ada faktor-faktor yang menjadi penyebab, kenapa perempuan yang sangat ideal dan memiliki kedudukan yang tinggi di Minangkabau malah tidak bertaring di dalam politik. Akar dari permasalahan ini tidak jauh-jauh dari pemahaman-pemahaman yang konservatif, di mana yang seharusnya menjadi pemimpin itu laki-laki, bukan perempuan. Sampai saat ini Bundo Kanduang belum berdaya di panggung politik. Keyakinan bahwa bidang yang berkaitan dengan agenda kekuasaan dan pemerintahan bersifat maskulin sehingga perempuan tidak pantas untuk itu.
Harapan pada Generasi Muda
Harapan besar datang pada generasi muda Minang. Terutama mereka yang berasal dari kaum terpelajar yang terlibat langsung dan aktif dalam organisasi dari awal. Harapan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik dapat digantungkan kepada generasi-generasi muda. Generasi-generasi yang mau mendobrak adat usang yang mungkin saja tidak relevan dan terlebih lagi tidak mampu mengakomodir peran mereka.
Pendidikan harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh. Sebab di kalangan terpelajar-pun sangat besar peluang, alih-alih untuk melakukan gerakan transformatif, malah menjadi ladang subur untuk menjinakkan pandangan-pandangan konservatif. Hal seperti ini tidak jarang terjadi di kalangan mahasiswa, bahkan dalam organisasi mahasiswa pergerakan sekali pun.
Masih banyak terdapat pemikiran-pemikiran konservatif yang sangat bias gender. Pemahaman terhadap bahwa pemimpin harus laki-laki, perempuan tidak afdhal untuk menjadi pemimpin sangat lazim terdapat dalam dunia mahasiswa. Sangat berbahaya jika akarnya saja sudah bermasalah, maka pemahaman-pemahaman seperti ini akan terus dilembagakan secara terus-menerus. Maka dari itu, harus ada counter terhadap wacana-wacana seperti ini.
Generasi muda sebagai generasi yang telah bersinggungan dengan globalisasi dan teknologi disertai juga dengan pendidikan yang relatif tinggi menjadi harapan untuk mendobrak pola-pola seperti ini. Generasi muda harus berdiri pada garda terdepan untuk melakukan perubahan. Generasi muda harus bisa menciptakan tatanannya sendiri yang jauh lebih demokratis dan akomodatif.
Perempuan sama dengan laki-laki, dia juga bisa menjadi pemimpin. Keberadaan Bundo Kanduang yang menempati posisi yang tinggi dalam tatanan masyarakat Minangkabau adalah modal politik yang besar bagi perempuan di Sumatera Barat. Kemudian, bagaimana caranya agar tidak berhenti di situ saja; bagaimana Bundo Kanduang tinggi di dalam adat dan konsepnya juga menjangkau dunia politik.
Penulis: Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
(*)
***
Untuk Mendapatkan Informasi Terbaru Ayo Bergabung Bersama Fanpage UM Sumatera Barat
Ikuti Juga Twitter UM Sumatera Barat
***
Informasi
KONTAK
Alamat
Jln. Pasir Kandang No. 4 Koto Tangah, Padang,25172
info@umsb.ac.id
Telp
(0751) 482274